Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out
PESAN NABI SAW "Barangsiapa menempuh satu perjalanan untuk mencari suatu ilmu, Allah akan memudahkan untuknya jalan ke surga" (Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah ra)

Selasa, 15 Juni 2010

MENYOAL PEMBERDAYAAN MASJID

Selasa, 15 Juni 2010

Secara umun masjid memiliki banyak fungsi antara lain sosial, pendidikan dan pemersatu umat. Sebagai Baitullah, masjid adalah tempat turunnya rahmat Allah SWT dan malaikat. Oleh karena itu, masjid dalam pandangan Islam merupakan tempat yang paling baik di muka bumi. Di masjid, kaum muslimin menemukan ketenangan hidup dan kesucian jiwa, karena disana terdapat majelis-majelis dan forum-forum terhormat. Masjid bagi umat Islam merupakan istitusi yang paling penting untuk membina suatu masyarakat madani (sivil society). Di masjidlah rasa kesatuan dan persatuan ummat Islam ditumbuhkan tanpa memandang status sosial, suku, ras dan partai serta paham lainnya. Ini pernah dipraktekkan Rasulullah saw dalam mempersatukan antara Kabilah Auz dan Khajraj disatu pihak (golongan Ansor) dengan golongan muhajirin dipihak lain.

Tempat beribadah umat Islam di Indonesia memiliki banyak sebutan atau istilah seperti surau, langgar, tajug dan masjid seperti yang akan dijelaskan. Keragaman istilah tersebut berkaitan erat dengan fungsi, ukuran dan kepemilikannya. Misalnya Tajug – di daerah Jawa Barat – selain fungsi utamanya sebagai tempat shalat berjamaah, rukun warga, juga sekaligus berfungsi lembaga pendidikan non formal keagamaan. Tajug berukuran lebih kecil dari masjid dan bersifat terbuka yakni siapapun boleh menggunakannya sebagai tempat beribadah. Kepemilikan Tajug sering dinisbahkan pada ustadz pengasuh yang biasanya menjadi pendiri tajug tersebut.

Namun demikian, dalam perjalanan umat Islam Indonesia, bangunan semacam tajug itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pesantren. Berawal dari tajug yang ustadznya menekuni pengajian khusus ajaran Islam yang pada perkembangan selanjutnya menjadi kerukunan pondok, masjid, madrasah dan komplek pesantren.

Atas dasar pemikiran itulah, maka masjid memiliki posisi yang strategis bagi umat Islam dalam upaya membentuk pribadi (habit forming) dan masyarakat yang Islami, masjid harus difungsikan dengan sebaik-baiknya dalam pengertian luas tidak dalam pengertian yang sempit sebagaimana pengertian masjid yang dipamahi oleh kebanyakan masyarakat pada umumnya yaitu hanya sebatas untuk melaksanakan shalat.

Dalam perjalanan perkembangan Islam sejak zaman Rasulullah saw posisi strategis masjid tidak saja sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat syiar Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat umat Islam yang pertama dan utama adalah didirikannya masjid.

Kata “Masjid” berasal dari kata sajada – yasjudu yang berarti “merendahkan diri” menyembah atau sujud. Dalam Al Qur’an kata masjid disebut sebanyak 28 kali, 22 kali dalam bentuk tunggal (mufrad) dan 6 kali dalam bentuk jama’. 15 kali diantara menyebtukan tentang masjdil haram, bait yang berkenaan dengan kesejarahan, fungsi, adab maupun motivasi pembangunan dan peran yang harus dilakukan. Banyaknya ayat yang mengungkap tentang masjdil haram mengindikasikan adanya standar norma masjid yang seharusnya meruju kepada norma yang berlaku di masjidil haram.

Ditinjau dari segi Dinul Islam bahwa seluruh bumi dimana saja adalah masjid, tempat shalat. Sedangkan pengertian secara khusus “masjid” adalah tempat atau bangunan yang didirikan untuk melaksanakan ibadah, memenuhi syarat dan komponen untuk shalat lima waktu (shalat fardu) serta digunakan untuk shalat jum’at.

Ada dua sebutan masjid yang diungkapkan dalam Al-Qur’an, pertama sebutan masjid dan yang kedua bait. Istilah masjid langsung menunjuk kepada pengertian tempat peribadatan umat Islam yang senafas dengan sebutan tempat peribadatan penganut agama lain seperti biara, gereja, dan sinagog. Sejalan dengan hal itu Allah berfirman :

اَلَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ اِلاَّ اَنْ يَقُوْلُوُا رَبُّنَا اللهُ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ الَنَّاسَ بَعْضُهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَّمَسجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللهِ كَثِيْرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ اِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ

“Yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka berkata “Tuhan kami hanyalah Allah” dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Q.S. Al-Hajj: 40)

Secara lughawi, masjid berarti tempat sujud atau tempat shalat. Dalam pengertian bahasa di seluruh muka bumi ini adalah masjid. Rasulullah SAW bersabda:

اَلاْرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ (رواه مسلم

“Setiap bagian dari bumi Allah adalah masjid”. (HR. Muslim)

Pada hadits lain Nabi saw bersabda

:جُعِلَتْ لَنَا اْلاَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا (رواه مسلم(

“Telah dijadikan bagi kita bumi ini tempat sujud (masjid) dan dalam keadaan suci bersih” (H.R. Muslim).

Memperhatikan penjelasan tersebut, maka masjid tidak lepas dari masalah shalat, setiap orang dapat melaksanakan shalat di masa saja kecuali di tempat yang kotor/najis dan kuburan. Sedangkan secara harfiah menurut kedua hadits tersebut adalah tempat sujud atau shalat yang berarti semua bumi adalah masjid dan tempat sholat, kecuali yang telah dilarang oleh ajaran Islam sperti tempat sampah, tempat penyembelihan hewan, pekuburan, kamar mandi/WC, kandang hewan dan di atas Ka’bah.

Kaitannya masjid dengan sebutan bait telah diungkapkan dalam Al Qur’an sebanyak 69 kali, 15 kali sebutan diantaranya dimaksudkan untuk menyebut masjidil haram. Umumnya ditandai dengan istilah bait yang dihubungkan dengan kejadian kisah kehidupan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as serta masalah ibadah haji.

Selain masjid dikenal pula “Langgar” yaitu: tempat ibadah yang memenuhi persyaratan yang digunakan untuk sholat rawatib dan berada dilingkungan masyarakat yang jamaahnya sedikit dan umumnya dibangun oleh seorang tokoh agama atau ustad dan sekaligus dijadikan sebagai tempat pengajian atau majelis taklim dan tidak digunakan untuk shalat jum’at . Dan “Mushola” ialah adalah tempat atau ruangan atau bangunan yang digunakan untuk sholat (rawatib atau sholat jum’at) yang terletak di tempat-tempat tertentu seperti Kantor, Mall/Pasar, Lembaga Pendidikan, Stasiun pelabuhan laut, bandar udara, dan tempat-tempat umum lainnya. Kemudian dibeberapa daerah dikenal pula dengan istilah surau dan meunasah untuk pengertian yang sama mushola atau langgar. Di Jawa Barat (Sunda) di sebut Tajug. Banten (Serang) disebut Bale untuk sebutan musholla, atau Bale Kambang yang dibangun alakadarnya yang digunakan sebagai tempat berteduh juga dapat digunakan untuk tempat sholat Zhuhur dan Ashar yang berada di tempat pemandian umum atau di pematang sawah yang hanya cukup untuk tiga sampai lima orang. Baik masjid, musholla, langgar, surau, tajug maupun bale sesuai dengan fungsinya sebagai tempat ibadah adalah hak milik Allah dan statusnya bersifat terbuka untuk semua kaum muslimin. Allah berfirman

وَاَنَّ الْمَسَجِدَ ِللهِ فَلاَ تَدْعُوْ مَعَ اللهِ اَحَدًا

“Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Q.S Al-Jin: 18)

Di masjid, semua strata masyarakat bertemu dalam derajat yang sama, karen Allah tidak memandang starta masyarakat diatas muka dunia. Bagi Allah SWT, yang paling mulia dan terhormat diantara mereka ialah orang yang paling bertakwa. (Bagian 1)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
MAAF BLOG MASIH DALAM PERBAIKAN....JIKA SAHABAT ORIS INGIN MEMBERIKAN KRITIK DAN.........SARAN KEPADA KAMI SILAHKAN HUB KAMI LEWAT CONTACT YANG TELAH KAMI SEDIAKAN....TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA