Munculnya video biru para artis ibu kota belakangan ini, membuat penulis sulit membayangkan bagaimana perasaan orang para pelakunya yang (me) direkam, kemudian disebarkanluaskan melalui dunia maya yang tak terbatas waktu dan tempat? Hubungan rahasia yang harusnya ditutup rapat-rapat, justru tersebar di ruang publik yang memalukan.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan, apa efek dosanya bagi para pelaku yang (me) direkam dalam kamera digital dan disebarluaskan di dunia maya? Bukankan sebuah peristiwa yang direkam dalam teknologi digital hakikatnya tidak dapat dihapus?
Katakanlah para pelaku sudah bertobat nashuha, kemudian mereka meninggal dunia, mungkin akan diampuni oleh Allah, karena kita yakin ampunan Tuhan lebih besar dari sifat ghadzabnya. Tapi, ada satu pertanyaan yang mengusik, bagaimana dengan “warisan” dosa yang ditinggalkan, dimana “adegan haram” yang pernah dilakukan masih tersimpan rapi dalam file-file teknologi yang hakikatnya tidak bisa dihapus? Bukankah sesungguhnya para pelaku telah menanam “dosa abadi” yang sulit diampuni? Katakanlah mereka sudah mati 100 atau 200 tahun yang lalu, bukankah file-file itu masih sangat mudah dilacak melalui GOOGLE? Bagaimana dengan anak, cucu dan keturunan mereka yang melihat “kelakukan” nenek moyangnya itu? Sungguh, perbuatan yang sulit dimengerti.
Terlepas dari aspek dosa perzinahan itu sendiri, perbuatan intim yang hanya layak diketahui oleh pelaku dan setan, justru terekam dalam teknologi. Menurut ahli telematika, sebuah peristiwa yang terekam dalam teknologi digital, hakikatnya tidak bisa dihapus. Kalau toh dihapus, ternyata dapat dipanggil lagi melalui software khusus. Apalagi, misalnya, rekaman itu dilakukan dengan menggunakan kamera atau video HP yang terhubung dengan setelit. Konon, orang yang menyimpan data, termasuk yang sangat pribadi sekalipun, jika disimpan di HP, sesungguhnya dia sedang menyimpan dalam ruang publik, karena HP terhubungan dengan satelit yang sangat mungkin dilihat atau dicuri orang lain. Belum lagi saat ini banyak ditemukan software yang mampu menembus batas ruang pribadi dalam teknologi digital.
Jadi, kasus video mesum yang melibatkan para artis, atau siapapun, harus menjadi pembelajaran buat kita, sebagai manusia yang memiliki akal dan hati. Apalagi kejadian ini bukan yang pertama. Sebelumnya ada juga artis, termasuk mantan anggota DPR yang menghebohkan, ditambah para pelaku dari kalangan remaja dan pelajar yang jumlahnya sangat banyak.
Penulis membayangkan, orang-orang yang terlibat, dipastikan mengalami tekanan batin yang tinggi, merasa dirinya seperti bukan manusia lagi. Entah seperti binatang apalah. Bagaimana tidak? Karena apa yang dilakukan telah dilihat jutaan manusia, bahkan milyaran manusia, dapat diputar berulang-ulang dimanapun, entah kapan berhenti, meskipun dia telah menghadap Tuhan sekalipun.
Jika kita berfikir normal, terlepas karena ulah orang lain atau sengaja direkam sendiri, para pelaku yang terlibat pasti merasa sangat terhina-hina. Jangankan disuruh tampil di depan publik, keluar rumah pun mereka sangat takut, malu, dan merasa seperti jalan tanpa busana dan tergambar seperti imaginasi orang-orang yang pernah menonton videonya. Sehingga, mereka tidak memiliki harga diri lagi yang dapat dibedakan dengan makhluk lain. Harga diri yang mereka banggakan sudah habis, hancur, dan babak belur. Mereka seperti berada pada titik yang paling hina, dibandingkan dengan makhluk Tuhan lain yang ada di jagad raya ini.
Semoga ini menjadi pembelajaran bagi bangsa Indonesia, yang sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur ketimuran dan agama. (Thobib Al-Asyhar, penulis buku)
0 komentar:
Posting Komentar